Jembatan progo pada awalnya dibangun pemerintah Hindia Belanda untuk memperlancar penetrasi kedaerah kulon progo (Brosot,Wates,Bandongan, Kaliangkrik, & Windusari) yang menjadi basis laskar pangeran Diponegoro. pada perang kemerdekaan jembatan progo pernah dihancurkan oleh TKR dari divisi Panembahan Senopati untuk mencegah/menghambat laju pasukan Belanda yang telah menguasai kota Magelang. jembatan gantung tersebut dibangun kembali oleh pemerintah RI dengan konstruksi baja hingga digantikan dengan bangunan baru disebelahnya yang lebih kuat dan mampu menahan beban berat.
Adanya rangka pada bagian atas, dan juga alasan ruang akses kendaraan menyebabkan perlunya rangka tepi jembatan yang cukup tinggi (tinggi bersih 5m). Oleh karena ketinggian itulah maka tipe jembatan tersebut jarang dijumpai pada bentang pendek. Jembatan Transfield paling pendek bentang 30 m, sampai bentang 60 m.
Karena alasan tersebut maka dijumpai juga tipe lantai bawah dari jembatan rangka yang tidak memakai rangka horizontal di atasnya, sebagai berikut
Jembatan tipe ini lebih banyak dijumpai pada bentang sedang. Ini tentu sangat cocok untuk jembatan penyeberangan jalan, kenapa ? Karena relatif ringan (berupa rangka batang) dan sisi atas dapat sekaligus sebagai pagar pengaman. Karena konstruksi baja bagian atas adalah juga struktur utama, maka sangat riskan jika ditabrak oleh kendaraan. Tetapi di sisi lain ini juga efektif untuk menghindari dipakai oleh kendaraan yang lebar (yang cenderung berat). Sebagai pembatas kendaraan yang lalu lalang.
Di tinjau dari sisi struktur. Jembatan rangka tersebut cenderung berperilaku seperti balok simple-beam (tumpuan sendi-rol) sehingga elemen rangka di bagian atas adalah batang desak yang memerlukan bracing untuk mengurangi panjang tekuk. Oleh karena itu, jika diperhatikan maka elemen batang vertikal juga perlu difungsikan sebagai kantilever bracingyang memikul batang tekan di bagian atas tersebut. Jadi meskipun dari pembebanan utamanya, elemen vertikal tersebut relatif ringan , tetapi secara lateral harus cukup kaku dan perlu konstruksi yang menerus dengan elemen jembatan di bawah lantai kendaraan. Ini bedanya dengan sistem jembatan Kali Progo yang memakai rangka atas.
Berbicara dari sisi hidrologi. Maka jembatan deck bawah tentu sangat menguntungkan karena dapat diperoleh jarak cukup tinggi dari muka air. Ini tentu sangat berguna untuk daerah aliran sungai yang relatif sering banjir, yang kadang-kadang membawa kayu atau sebagainya. Oleh karena itu, tipe jembatan ini banyak dijumpai untuk daerah luar kota. Jembatan deck bawah pada umumnya memakai struktur baja berupa rangka baja. Meskipun di daerah purwokerto ada juga jembatan deck bawah dari beton bertulang yang berupa pelengkung. Tapi jelas ini lebih berat, jadi relatif jarang.
Jembatan deck bawah berupa jembatan busur beton di Jateng
Karena alasan ruang akses bawah yang tidak terganggu, jadi aliran air lancar, tetapi juga menguntungkan jika dibagian bawah dipakai untuk jalan-jalan di dalam kota. Agar bentuknya manis maka jembatan deck bawah tipe virendel ini cukup populer.
Perhatikan pilar yang vertikal pada jembatan virendel di atas. Busur di atas akan bekerja sebagai batang tekan, sedangkan batang vertikal sebagai bracing lateral busur tersebut. Batang bawah yang berfungsi juga sebagai lantai kendaraan akan bekerja sebagai balok dan batang tarik. Permasalahannya adalah bahwa batang-batang vertikal harus sambungan momen. Tidak bisa sambungan sederhana seperti sistem jembatan Kali Progo.
Jadi kendala bentuk yang kaku, seperti yang diperlihatkan pada jembatan kali progo, sebenarnya dapat diatasi dengan sistem jembatan deck bawah yang manis seperti vierendel tersebut. Tapi itu umumnya ada di eropa yang sudah peduli dengan keindahan tata kota. Kalau di Indo maka berlaku pemeo “sudah untung bisa lewat”.
Alasan lain digunakan deck bawah atau atas adalah karena fungsi strukturnya. Sebagai contoh pelengkung tidak menangkap air (bentuk arch), seperti pada jembatan virendel tersebut maka menjadi batang tekan. Model pelengkung seperti itu sebenarnya cocoknya untuk jembatan dengan deck di atas, karena deck itu juga sekaligus sebagai bracing untuk mengurangi panjang tekuk. Karena menghabiskan ruangan yang besar maka cocoknya untuk jembatan di sungai yang curam dan tinggi dipegunungan. O ya ini juga karena model lengkung tersebut ada tendangan di tumpuannya, jadi perlu pondasi yang tidak hanya kuat terhadap beban vertikal tetapi juga lateral, contohnya :
Bentuk jembatan di atas adalah bentuk arch, karena bebannya dari atas maka beban-beban yang dominan adalah gaya tekan. Coba bandingkan dengan jembatan pelengkung beton pada gambar diatas, batang-batang vertikal yang menghubungkan deck bawah ke pelengkung adalah batang tarik. Deck bawah sendiri sebetulnya berfungsi sebagai batang tarik, reaksi dari pelengkung. Jadi pelengkung beton di atas pondasinya hanya menerima gaya vertikal saja. Jadi pengaruh lingkungan nggak terlalu terasa. Coba perhatikan detail tumpuan jembatan beton di jateng tersebut.
Tumpuan Jembatan Busur Beton di Jateng
Beda dengan jembatan baja di atas, yang dipinggir jurang tersebut. Jika pondasinya bergeser maka jembatan bisa rusak. Jembatan arch seperti itu cocok ditujukan pada material yang kuat menerima gaya tekan, jaman dulu bentuk tersebut banyak dipakai karena material konstruksinya adalah stone atau masonry. Itulah mengapa dipakai bentuk deck atas, dan dibawahnya pelengkung. Jadi ini adalah persyaratan bahan (struktur).
jembatan arch
Sedang pelengkung yang menangkap air (mangkok terbalik atau seperti tali jemuran) maka batangnya menjadi batang tarik. Kabel adalah elemen tarik yang sempurna. Oleh karena itu jembatan gantung akan memakai deck bawah, namanya saja gantung gimana bisa di atas ya.
Jembatan Gantung di Kali Progo (Jogjakarta)
Juga pada jembatan cable-stayed sifatnya seperti jembatan gantung sehingga harus deck bawah. Tipe jembatan yang seperti itu jelas tidak bisa akalin lagi, harus deck bawah.Cable stayed dan suspension bridges (jembatan gantung) hanya cocok untuk bentang panjang atau sangat panjang.
Gabungan jembatan deck (girder) atas dan deck bawah (cabled stayed)
Sedangkan jembatan dengan deck-kendaran di atas, sedangkan struktur utamanya di bawah, maka orang awam akan melihatnya sebagai bentuk jembatan yang paling bersih, karena kadang-kadang kalau kita lewat di atas jembatan tersebut maka seakan-akan tidak melihat struktur jembatan tersebut. Sepintas seperti jalan raya biasa.
Berkaitan dengan jembatan dengan deck di atas, maka hampir semua sistem jembatan girder adalah tipe tersebut (deck atas). Jadi masalahnya sekarang tinggal ruang bawahnya cukup atau tidak.
Jembatan Deck Atas di jalur Tol Cipularang
Coba perhatikan, jika anda sering lewat tol Cipularang, pernahkan anda melewati jembatan di atas. Pasti tidak ingat bukan. Itu foto diambilnya dari sisi luar jalan tol, jika anda di atasnya maka strukturnya nggak kelihatan. Padahal strukturnya besar sekali.
Ada jembatan tol rajamandala di atas sungai Citarum .
Jembatan Tol Rajamandala
Ini adalah jembatan jenis cast in situ prestressed Balanced-Cantilever, jembatan serupa juga telah dibangun oleh PT. Waskita Karya di P. Batam, dan juga sekarang untuk jembatan Suramadu di Jawa-Madura. Ini jelas termasuk deck atas, strukturnya di bawah. Jadi kalau lewat tidak akan melihat.
Ini termasuk jembatan bentang sedang. Dipilihnya type Balanced-Cantilever karena sistem tersebut dalam pelaksanaannya tidak memerlukan perancah di luar, tetapi memanfaatkan proses pelaksanaannya sebagai balok kantilever. Jadi untuk tempat-tempat yang curam seperti di atas maka tipe tersebut sangat cocoklah.
Ini ada foto pelaksanan tipe Balanced Cantilever, tapi bukan proyek Rajamandala itu, ini proyek lain. Tapi intinya mirip.
Pelaksanaan jembatan tipe cast-in-situ Balanced Cantilever
Perhatikan kalau foto pelaksanaannya, gaya reaksi cantilever akan diseimbangkan oleh sisi jembatan yang satunya lagi. Sedangkan pada jembatan tol Rajamandala, satu sisi saja, sedangkan sisi pendek (dekat tumpuan) dibuat besar sebagai pemberat.
Pondasi tiang bor jembatan Progo Bantar dilindungi turap pada dasar sungai tergerus,Pondasi tiang ulir dalam tiang ‘juk’ dari zaman Hindia Belanda berupa tiang baja dengan sepatu daun ulir yang diputar kedalam tanah sampai terjadi kepadatan setempat, hal mana merupakan keunikan tiang ulir sebagai pondasi dangkal. Tekuk tiang membatasi kekuatan daun ulir sehingga tiang ‘juk’ hanya memikul bentang jembatan 10m. Sebagai contoh, kekuatan tiang ulir jembatan Sei Ular lama menurun akibat penggerusan dasar sungai, kekuatan dipulihkan dengan juk kayu tambahan diantara juk baja berarti hanya memikul bentang jembatan 5m.