Chitika.com

Senin, 21 Maret 2011

Website dan Blog Ilmiah

WEBSITE DOWNLOAD
    WEBSITE ILMIAH (BAHASA INDONESIA)
    BLOG ILMIAH


    Source: http://islam-download.net/download-islami/kumpulan-link-situs-islami.html#ixzz1HHnNkWdQ


    Source: http://islam-download.net/download-islami/kumpulan-link-situs-islami.html#ixzz1HHnDirEZ

    Minggu, 20 Maret 2011

    Teroris yang menyengsarakan orang banyak



    Seperti dikutip dari berbagai sumber:


    Terorisme di Indonesia merupakan terorisme  yang dilakukan oleh kelompok militan Jemaah Islamiyah yang berhubungan dengan al-Qaeda ataupun kelompok militan yang menggunakan ideologi serupa dengan mereka. Sejak tahun 2002, beberapa "target negara Barat" telah diserang. Korban yang jatuh adalah turis Barat dan juga penduduk Indonesia. Terorisme di Indonesia dimulai tahun 2000 dengan terjadinya Bom Bursa Efek Jakarta, diikuti dengan empat serangan besar lainnya, dan yang paling mematikan adalah Bom Bali 2002.


    Akar Terorisme di Indonesia adalah masuknya agen-agen yang memusuhi Islam serta mengarahkan para alumni Mujahid untuk melakukan tindakan teror.Hal ini tampak dari fakta bahwa para Mujahid asal Indonesia pada umumnya adalah orang-orang sederhana yang ingin mengabdikan hidupnya untuk tegaknya agama Islam. Sangat tidak benar, bahwa Mujahid Indonesia adalah orang miskin dan berpendidikan rendah. Hal ini adalah propaganda musuh Islam yang sengaja masuk dalam bentuk informasi menyesatkan. Lihat sendiri bagaimana kondisi pejuang asal Indonesia di sebagian wilayah Timur Tengah, mereka adalah orang-orang yang tidak mabuk harta seperti kebanyakan pemimpin di negeri ini.

    Sekali lagi, kelemahan mereka justru pada lemahnya kewaspadaan bahwa mereka diperalat oleh agen-agen penyusup untuk merubah sikap tegas dalam memegang ajaran Islam menjadi gerakan teroris. Alasan berupa teror satu-satunya jalan karena jalan lain sudah tertutup oleh kapitalisme global adalah rayuan yang cukup berhasil. Apalagi bila dihadapkan dengan fakta betapa kuatnya AS dan sekutunya, dan tragedi WTC adalah pemicu untuk aktifnya hampir seluruh sel di dunia. Padahal sel-sel tersebut sudah dalam genggaman intelijen, termasuk di Indonesia. Adalah soal pilihan untuk segera menghancurkan atau menjadikannya mainan.

    Dari berbagai arah CIA membidik serta menghangatkan suasana perang melawan teror di Indonesia. Itulah mengapa BIN pernah memberikan peringatan kepada CIA bahwa BIN tahu gerakan mereka melalui salah satu agennya, lihat Sidney Jones. Lihat juga Why Sidney Jones. Hal ini menjadi semakin menarik bila kita berkunjung ke indymedia.

    Namun kemudian terjadi kesepahaman dengan rejim SBY untuk memerangi terorisme dari berbagai arahnya.

    Sebaiknya, selidiki akar terorisme dengan pengungkapan seluruh jaringnya termasuk infiltran yang mendorong alumni Mujahidin untuk melakukan tindakan teror.

    Hal yang sangat ditakuti adalah apabila seluruh elemen Islam garis keras maupun moderat semua sadar dengan permainan intelijen ini, sehingga terbuka dialog yang lebih baik. Namun saat ini sudah ada upaya pembentukan konflik antara Islam berorientasi internasional dengan Islam asli Indonesia (NU & Muhammadiyah), sehingga Islam di Indonesia tidak akan pernah kuat. Hal cukup menarik adalah semakin kuatnya pengaruh propaganda liberalisme Islam yang sesungguhnya memiliki dasar sederhana nasionalisasi sekulerisme, namun semakin kebabalasan dengan menyentuh berbagai aspek kehidupan beragama yang membuat marah kelompok Islam tradisional maupun internasional.

    Semoga tidak adalagi ledakan, yang sesungguhnya rencananya tidak bergantung pada ditangkapnya AD, NMT atau siapapun, karena dengan mudah akan ada pemimpin baru yang sudah disusupi oleh infiltran, contoh faktual adalah Umar Farouq.

    Kepada segenap komunitas pejuang Jihad yang meyakini perang adalah kewajiban, mohon direnungi baik-baik.



     Berikut adalah beberapa kejadian terorisme yang telah terjadi di Indonesia dan instansi Indonesia di luar negeri:


    1981

    • Garuda Indonesia Penerbangan 206, 28 Maret 1981. Sebuah penerbangan maskapai Garuda Indonesia dari Palembang ke Medan pada Penerbangan dengan pesawat DC-9 Woyla berangkat dari Jakarta pada pukul 8 pagi, transit di Palembang, dan akan terbang ke Medan dengan perkiraan sampai pada pukul 10.55. Dalam penerbangan, pesawat tersebut dibajak oleh 5 orang teroris yang menyamar sebagai penumpang. Mereka bersenjata senapan mesin dan granat, dan mengaku sebagai anggota Komando Jihad; 1 kru pesawat tewas; 1 tentara komando tewas; 3 teroris tewas.


    1985

    • Bom Candi Borobudur 1985, 21 Januari 1985. Peristiwa terorisme ini adalah peristiwa terorisme bermotif "jihad" kedua yang menimpa Indonesia.


    2000

    • Bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000. Bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. 2 orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T Caday.
    • Bom Kedubes Malaysia, 27 Agustus 2000. Granat meledak di kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
    • Bom Bursa Efek Jakarta, 13 September 2000. Ledakan mengguncang lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta. 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104 mobil rusak berat, 57 rusak ringan.
    • Bom malam Natal, 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan bom pada malam Natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.


    2001

    • Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli 2001. di Kawasan Kalimalang, Jakarta Timur, 5 orang tewas.
    • Bom Plaza Atrium Senen Jakarta, 23 September 2001. Bom meledak di kawasan Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera.
    • Bom restoran KFC, Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak.
    • Bom sekolah Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS), Pejaten, Jakarta.


    2002

    • Bom Tahun Baru, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa.
    • Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat bersamaan, di Manado,Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.
    • Bom restoran McDonald's, Makassar, 5 Desember 2002. Bom rakitan yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald's Makassar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka.


    2003

    • Bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta, 3 Februari 2003, Bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
    • Bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April 2003. Bom meledak dii area publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan.
    • Bom JW Marriott, 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan sebagian Hotel JW Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka.


    2004

    • Bom Palopo, 10 Januari 2004. Menewaskan empat orang. (BBC)
    • Bom Kedubes Australia, 9 September 2004. Ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI. (Lihat pula: Bom Kedubes Indonesia, Paris 2004)
    • Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004.


    2005

    • Dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005
    • Bom Tentena, 28 Mei 2005. 22 orang tewas.
    • Bom Pamulang, Tangerang, 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa.
    • Bom Bali, 1 Oktober 2005. Bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R.AJA's Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman CafĂ© Jimbaran.
    • Bom Pasar Palu, 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang.


    2009

    • Bom Jakarta, 17 Juli 2009. Dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul 07.50 WIB.


    2010

    • Penembakan warga sipil di Aceh Januari 2010
    • Perampokan bank CIMB Niaga September 2010

    2011

    • Bom Buku Maret 2011 Utan Kayu
    • Bom Buku kediaman Ahmad Dani Maret 2011.dll.

    Dengan adanya teror-teror BOM ini menjadikan kita sadar ,untuk tidak mudah terprofokasi,percaya dan asal-asalan,harus selidiki dengan teliti atas dasar keadilan...Salam Damai.

    Jumat, 18 Februari 2011

    Sungai Progo

    Kali Progo



    Kali Progo adalah sebuah sungai yang mengaliri Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta di Indonesia. Di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sungai ini menjadi batas alami Kabupaten Kulonprogo dengan Kabupaten Sleman dan Bantul.
    Sungai ini bersumber dari lereng Gunung Sumbing di daerah Jumprit ,Temanggung ,yang melintas ke arah tenggara. Di daerah Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Kali Progo di bendung untuk sarana irigasi bagi masyarakat Yogyakarta oleh Belanda. Bendungan ini dikenal sebagai "Ancol Bligo" yang sekarang menjadi tempat rekreasi warga. Aliran irigasi ini mengalir dari Ngluwar menuju ke arah Timur membelah Kabupaten Sleman dan menuju ke Kabupaten Klaten dan dikenal sebagai Selokan Mataram (atau "Selokan Van Der Wijck"). Kali Progo bermuara di Pantai trisik, di pesisir selatan Jawa.
    Terdapat beberapa anak sungai yang mengalir ke Progo, seperti Kali Krasak (hulu di Gunung Merapi), Kali Elo, Kali Deres, dan Kali Kuas.
    Di daerah sekitar muara, banyak dijumpai penambangan pasir. Di bagian hulu, di daerah Magelang, aliran sungai ini dimanfaatkan oleh para penggemar white water rafting untuk menjajal kemampuannya. Di progo bagian bawah ada Kisik River Camp operator arung jeram dan kayak. Sungai ini mempunyai jeram - jeram yang mendebarkan serta pemandangan sepanjang sungai yang menakjubkan.Beberapa tempat Rafting yang berada di Jateng antaranya adalah sungai elo, sungai progo atas, sungai progo bawah dan sungai serayu wonosobo.
    Suwara Gemuruh sungai besar ini pasti akan membuat hati para rafter berdebar-debar. Gelombang air sungai yang cukup tinggi dan arus yang cukup deras membuat jantung siapa saja akan berdegup lebih kencang. Airnya yang berwarna coklat tua benar-benar tampak buruk dan tidak bersahabat. Debit airnya naik turun dengan cepat seiring besar kecilnya curah hujan di hulu sungai. Sungai Progo dalam hal ini Sungai Progo Bawah memang ganas apalagi di bulan Februari ketika debit air sedang tinggi-tingginya. Tak jarang terjadi banjir bandang yang berbahaya bagi rafter yang sedang mengarungi sungai ini.

    Para pecinta rafting harus selalu waspada dan hati-hati setiap akan melewati jeram yang hampir semuanya terhitung ganas. Bahkan terkadang harus diperlukan pengintaian jeram agar kapal dapat tepat memasuki jeram, meloloskan diri, dan tidak terjebak di dalamnya. Perahu yang terbalik pun adalah hal yang wajar dan ombak-ombak besar setinggi tiga meteran juga menjadi pemandangan yang sangat biasa. Sungai yang mempunyai grade atau tingkat kesulitan I-V ini memang menegangkan dan pastinya akan membuat darah mengalir lebih kencang.
    Meskipun terkesan menyeramkan tetapi bagi penggiat olahraga arung jeram atau yang memang menyukai tantangan, sungai ini akan memberikan kepuasan yang luar biasa dalam berpetualang. Perjalanan atau dalam bahasa rafting disebut trip dimulai dari Jembatan Klangon dan berakhir di Dekso dengan panjang rute 25 km yang ditempuh selama 4 jam.
     Paket Rafting atau arung jeram sungai progo atas Magelang:

    Grade  : III - IV (Tiga-Empat)
    Lokasi  :Mulai dari Taman Kyai Langgeng di kota Magelang dan berahir di Desa Salaman Kec.Salaman,Kab. Magelang, Jawa Tengah, Indonesia
    Ket     : Sungai Progo Atas dapat digunakan sebagai aktifitas arung jeram atau rafting di sepanjang musim penghujan
    Daerah wisata tujuan terdekat: Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, Desa Wisata Candirejo
    Paket Rafting atau arung jeram sungai progo bawah Magelang:
    Grade  : III - V (Tiga-Lima)
    Lokasi  :Mulai dari Jembatan Klangon dan berahir di Dekso sepanjang 25KM,yaitu Perbatasa antara Magelang dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Tengah, Indonesia
    Ket     : Sungai Progo Bawah dapat digunakan sebagai aktifitas arung jeram atau rafting di sepanjang musim penghujan
    Daerah wisata tujuan terdekat: Bendungan Ancol Bligo,Gunung Satrean,dan Makam Nyi Ageng Serang.

    Bagi yang minat selamat mencoba..?!!!.

    Sabtu, 12 Februari 2011

    Cerita R.Panji Inu Kertapati.

    PANJI INU KERTAPATI

    Alkisah, di Pulau Jawa ada sebuah kerajaan besar bernama Kuripan. Rajanya mempunyai seorang putra mahkota bernama Raden Inu Kertapati. Ia sudah lama dipertunangkan dengan seorang putri dari kerajaan Daha bernama Dewi Candra Kirana. Pada suatu hari, Raden Inu Kertapati mengunjungi kekasihnya di Daha, diiringi pengawal dan perbekalan lengkap. Di tengah perjalanan rombongan Raden Inu Kertapati dihadang segerombolan penjahat. Konon gerombolan penjahat itu berasal dari negeri Asmarantaka yang dipimpin oleh Panji Semirang. Namun anehnya, penghadangnya tidak disertai dengan sikap yang hendak menyerang. Tetapi lebih mirip penyambutan. Hal ini membuat Raden Inu terheran-heran. Dua orang anggota gerombolan penjahat maju mendekati Raden InuKertapati.
     Mereka bernama Kuda Perwira dan Kuda Peranca. “Hamba harap Raden segera menemui Raden Panji Semirang,” kata Kuda Perwira kepada Raden Inu Kertapati. Dengan tidak merasa gentar sedikit pun tetapi tetap waspada, Raden Inu Kertapati segera menuju tempat Panji Semirang berada. Panji Semirang menyambutnya dengan penuh keramahan. Panji Semirang menjelaskan bahwa negeri Asmarantaka bukanlah negeri gerombolan pengacau. Kisah bahwa mereka suka menculik orang yang berlalu lalang di wilayah itu tidak benar. Tetapi mereka mengajak orang-orang untuk bermukim, berhubung negeri Asmarantaka baru berdiri. Sedangkan kabar bahwa penduduk Asmarantaka suka membegal juga tidak benar. Penduduk Asmarantaka mempersilahkan singgah, karena telah memasuki negerinya. “Hmm, kalau begitu aku akan meneruskan perjalanan ke negeri Daha untuk menemui calon istriku bernama Dewi Candra Kirana,” kata Raden Inu Kertapati kepada Panji Semirang. Panji Semirang tahu bahwa di negeri Daha ada dua orang puteri, Dewi Candra Kirana dan Dewi Ajeng. Dewi Ajeng adalah putri selir raja Daha. Kemudian Raden Inu Kertapati dan rombongannya meneruskan perjalanan ke negeri Daha. DI sepanjang perjalanan, hatinya tetap bertanya-tanya tentang diri Panji Semirang yang dianggap bersikap aneh itu. “Dia kenal betul dengan Dewi Candra Kirana. Jangan-jangan dia menaruh hati kepada kekasihku itu,” pikir Raden Inu Kertapati. “Apalagi, dia menawarkan kepadaku memilih Dewi Candra Kirana atau Dewi Ajeng”, tambahnya. Raden Inu Kertapati merasa telah kenal dan akrab dengan Panji Semirang. Tetapi, ia lupa tempat dan waktunya. Ketika Raden Inu Kertapati tiba di Daha, Raja Daha menyambutnya dengan sangat meriah. Istri selir bernama Dewi Liku dan putrinya bernama Dewi Ajeng ikut menyambutnya. Namun Raden Inu Kertapato heran, ia tidak melihat Dewi Candra Kirana menyambutnya. “Kanda Dewi Candra Kirana telah pergi dari Istana. Ia telah hilang ingatan,” kata Dewi Ajeng seraya menatap tajam wajah Raden Inu Kertapati. Seketika itu juga, Raden Inu Kertapati limbung dan jatuh pingsan. Negeri Daha menjadi geger. Atas desakan kekuatan sihir Dewi Liku, Raja Daha memutuskan bahwa Raden Inu Kertapati dinikahkan dengan Dewi Ajeng.



    Raja Daha memerintahkan seluruh punggawa untuk mengadakan persiapan pesta pernikahan Raden Inu Kertapati dengan Dewi Ajeng. Gapura dihias seindah mungkin. Panggung kesenian dibangun. Sepanjang jalan dan bangunan Istana dihias beraneka macam bunga-bungaan. Berbagai jenis makanan dan minuman disediakan. Melihat persiapan yang meriah itu, Dewi Ajeng tampak gembira sekali. Dambaan menjadi seorang istri pangeran yang tampan akan terkabul. Tetapi apa yang terjadi? “Kebakaran, kebakaran!” teriak orang-orang yang sedang mempersiapkan pesta itu. Api menyala berkobar-kobar menghanguskan seluruh persiapan pernikahan. Di tengah-tengah api yang menyala-nyala itu, rombongan Raden Inu Kertapati bergerak meninggalkan istana. Ditengah perjalanan, Raden Inu Kertapati pun sadar. “Oh, dinda Candra Kirana,” tiba-tiba ia ingat wajah kekasihnya. Teringat pula wajah Panji Semirang. Bentuk badannya dan gerak-gerik kedua orang itu sama. Meskipun busana yang dikenakan berbeda tetapi wajah mereka sama. “Kita cari Panji Semirang sampat bertemu!” kata Raden Inu Kertapati kepada rombongannya. Mereka segera bergerak menuju Asmarantaka. Ternyata Panji Semirang telah meninggalkan negeri itu. Raden Inu Kertapati memerintahkan seluruh anggota rombongannya menyebar ke segala penjuru. Hasilnya sama saja. Tak seorang pun berhasil menemukan jejak Panji Semirang. Semangat mencari Panji Semirang tak pernah padam. Akhirnya mereka sampai ke negeri Gagelang. Raja negeri Gagelang mempunyai hubungan keluarga dengan Raja Kuripan.


                   Kedatangan Raden Inu Kertapati disambutnya dengan hangat. “Sebenarnya rakyat negeri Gagelang ini sedang resah. Mereka diganggu oleh para pengacau yang dipimpin Lasan dan Pundak Setegal,” ungkap Raja Gagelang. Raden Inu Kertapati dan para abdinya bersedia membantu memberantas para pengacau. Mereka bekerja sama dengan para abdi kerajaan Gagelang. Pada suatu malam, Raden Inu Kertapati dan para abdinya menghadang dan mengepung gerombolan pengacau yang dipimpin Lasan dan Pundak Setegal. “Menyerahlah, kalian sudah terkepung!” seru Raden Inu Kertapati. Tetapi gerombolan pengacau itu tidak mengindahkan seruannya. Mereka bahkan berteriak, “Serbu!” Terjadilah pertempuran sengit. Korban berjatuhan. Prajurit Raden Inu Kertapati berhasil mendesak gerombolan pengacau itu. Hanya tinggal Lasan dan Punda Setegal yang masih mengamuk berhadapan dengan Raden Inu Kertapati. Namun tidak lama kemudian, kedua pemimpin pengacau itu jatuh tersungkur. Rakyat kerajaan Gagelang bersorak gembira mendengar musnahnya gerombolan pengacau itu. Raja Gagelang mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam. Pada malam ketujuh, raja memanggil seorang ahli pantun bernama Jaka Asmara. Ia membawakan kisah “Cinta Yang Penuh Derita”. Raden Inu Kertapati mendengar kisah itu dan langsung teringat kisah kekasihnya. Iapun ingin tahu, siapa Jaka Asmara sebenarnya. Setelah ia menyelidiki dengan saksama, ternyata Jaka Asmara adalah Dewi Candra Kirana yang juga telah menyamar sebagai Panji Semirang. Mereka saling melepas rindu dan menceritakan apa yang telah dialami. Akhirnya mereka kembali ke Kuripan dan menjadi suami istri yang berbahagia.


    di sadur ulang posting by.proogo.javadwipa.

    Selasa, 08 Februari 2011

    Legenda Aksara Jawa


    Pangeran Adji Saka (3000-100 SM)


    Setelah benua Atlantis Tengelam tersebutlah sebuah teori geologi kuno yang menyatakan bahwa, proses terbentuknya daratan yang terjadi di Asia belahan selatan adalah akibat proses pergerakan anak benua India ke utara, yang bertabrakan dengan lempengan sebelah utara. Pergerakan lempeng bumi inilah yang kemudian melahirkan dereta Gunung Himalaya.Konon, proses tersebut terjadi pada zaman es mencair ribuan tahun yang silam. Anak benua yang di selatan sebagian terendam air laut, sehingga yang muncul di permukaan adalah gugusan-gugusan pulau yang merupakan mata rantai gunung berapi. Gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara, yang sebagian di sebut  Nuswantoro (Nusantara), yang pada zaman dahulu disebut Sweta Dwipa. Dari bagian daratan ini salah satunya adalah gugusan anak benua yang disebut Jawata (tanah para Dewa ) atau Jewawut (padi-padian)yang tumbuh subur,dan  yang satu potongan bagiannya adalah gugusan pulau-pulau yang bertebaran sampai semenanjung Selandia,Australia dan Papua(Kepulauan Polonesia).

    Kata Jawata di artikan pula sebagai guru atau gurunya orang Jawa.Maka munculah peradaban baru di bekas reruntuhan kejayaan lama ,Kata Wong dari istilah jawa adalah kata Wahong, dan Tiyang dari kata Ti Hyang, yang berarti keturunan atau berasal dari Dewata. Konon karena itulah pulau Bali sampai kini masih dikenal sebagai pulau Dewata, karena juga merupakan potongan dari benua Sweta Dwipa atau Jawata.Mengingat kalau dulunya anak benua India dan Sweta Dwipa atau Jawata itu satu daerah, maka tidak heran kalau ada budayanya yang hampir sama, atau mudah saling menerima pengaruh. Juga perkembagan agama di wilayah ini, khususnya Hindu dan Budha yang nyaris sama.

    Al kisah, dalam kunjungan resminya sebagai utusan raja, Empu Barang atau nama bangsawannya Haryo Lembusuro, seorang pandhita terkemuka tanah Jawa, berkunjung ke Jambu Dwipa (India).
    Sesampainya menginjakkan kaki di negeri Hindustan ini, oleh para Brahmana setempat, Empu Barang diminta untuk bersama-sama menyembah patung perwujudan Haricandana (Wisnu). Namun, dengan kehalusan sikap manusia Jawa, Empu Barang menyatakan bahwa sebagai pandhito Jawa, dia tidak bisa menyembah patung, tetapi para Brahmana India tetap mendesaknya, dengan alasan kalau Brahmana dinasti Haricandana menyembahnya karena Wisnu dipercaya sebagai Sang Pencipta Tribuwana.
    Dengan setengah memaksa, Empu Barang diminta duduk, namun sewaktu kaki Empu Barang menyentuh tanah, tiba-tiba bumi bergoyang (tidak disebutkan berapa kekuatan goyangannya dalam skal ritcher). Yang jelas, saking hebatnya goyangan tersebut, patung tersebut hingga retak-retak.Memang, menurut tata cara Jawa, penyembahan kepada Sang Penguasa Hidup itu bukan patung, tetapi lewat rasa sejati kepada Tuhan yang Maha Esa, sehingga hubungan kawula dengan Gusti menjadi serasi. Itulah Jumbuhing Kawula Dumateng Gusti.

    Orang Jawa melakukan puja-puji penyembahan kepada Gustinya langsng dari batinya, maka itu dalam perkembangannya disebut aliran Kebatinan atau perkembangan selanjutnya dikenal dengan istilah Kejawen, karena bersumber dari Jawa.

    Bagi orang Jawa tentang cerita waktu bumi Jawa belum dihuni manusia, telah dihuni oleh golongan dewa-dewi dan makhluk halus lainnya. Dan salah satu putra Sang Hyang Jagad Girinata, yaitu Bathara Wisnu turun ke arcapada kawin dengan Pratiwi, dewi bumi.Dalam pemahaman kejawen, hal itu disikapi dengan terjemahan, kalau Wisnu itu artinya urip/hidup, pemelihara kehidupan. Jadi jelasnya awal mula adanya kehidupan manusia di bumi, atas izin Sang Penguasa Jagad. Dewa perlambang sukma, manusia perlambang raga. Begitulah hidup manusia, raganya bisa rusak, namun sukmanya tetap hidup langgeng.
    Kemolekan bumi Jawa laksana perawan rupawan yang amat jelita, sehingga Kerajaan Rum (Ngerum) yang dipimpin Prabu Galbah, lewat laporan pendeta Ngali Samsujen, begitu terpesona karenanya. Maka diutuslah dutanya yang pertama yang bernama Hadipati Alip.Di Kemudian hari ,Hadipati Alip berangkat bersama 10.000 warga Ngerum menuju Nuswa Jawa. Mereka dalam waktu singkat meninggal terkena wabah penyakit. Tak tersisa seorang pun. Lalu dikirimlah ekspedisi kedua dibawah pemimpinan Hadipati Ehe. Malangnya, mereka juga mengalami nasib sama, tupes tapis tanpa tilas.Dilanjutkan dengan
    Masih diutus rombongan berikutnya,sayang seperti halnya utusan terdahulu, seperti Hadipati Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Semuanya mengalami nasib sama, tumpes kelor tak tersisa.

    Melihat semua itu, Prabu Galbah yang sudah lanjut usia terkejut dan mengalami tekanan batin hebat. Akibatnya karena tak kuat menanggung derita. Di kemudian hari jatuh sakit, dan dalam waktu tak lama mangkatlah sang raja besar.Dengan adanya kekosongan tahta berakibat terjadinya perebutan kekuasaan di lingkungan dalam istana yang berlarut - larut.Pendeta Ngali Samsujen, merasa bersalah karena nasehatnya menimbulkan malapateka ini terjadi. Akhirnya beliau mati dalam rasa bersalah. Tinggal Mahapati Ngerum, karena rasa setianya, dia ingin melanjutkan missi luhur yang dicita-citakan rajanya. Dia akhirnya ingat pada sahabatnya yang sakti, bersanama Jaka Sangkala alias Aji Saka, yang tinggal di Tanah Maldewa atau Sweta Dwipa berangkatlah rombongan besar dengan armada kapal menyebrangi lautan menuju tanah Jawa.

    Habisnya para migran dari Ngerum ke Tanah Jawa itu, menurut Jaka Sangkala adalah karena hati mereka yang kurang bersih. Mereka tidak meminta izin dahulu pada penjaga Nuswa Jawa. Padahal, karena sejak zaman dahulu, tanah ini sudah ada yang menghuni. Yang menghuni tanah Jawa adalah manusia yang bersifat suci, berwujud badan halus atau ajiman (aji artinya ratu, man atau wan artinya sakti).Selain penghuni yang baik, juga dihuni penghuni brekasakan, anak buah Bathara Kala. Makanya tak ada yang berani tinggal di bumi Jawa, sebelum mendapat izin Wisnu atau manikmaya atau Semar.Akhirnya, Mahapati Ngerum diantar Aji Saka menemui Wisnu dan isterinya Dewi Sri Kembang. Saat bertemu, dituturkan bahwa wadyabala warga Ngerum yang mati tidak bisa hidup lagi, dan sudah menjadi Peri Prahyangan, anak buah Batara Kala. Tapi ke-8 Hadipati yang gugur dalam tugas itu berhasil diselamatkan oleh Wisnu dan diserahi tugas menjaga 8 mata angina. Namun mereka tetap menghuni alam halus.Atas izin Wisnu, Mahapati Negrum dan Aji Saka berangkat ke tanah Jawa untuk menghadap Semar di Gunung Tidar. Tidar dari kata Tida; hati di dada, maksudnya hidup. Supaya selamat, oleh Wisnu, Mahapati Ngerum dan Aji Saka diberi sifat kandel berupa rajah Kalacakra, agar terhindar dari wabah penyakit dan serangan anak buah Batara Kala.

    Kisah di atas hanya merupakan gambaran, bahwa ada makna yang tersirat di dalamnya. Wisnu dan Aji Saka itu dwitunggal, bagaikan matahari dan sinarnya, madu dan manisnya, tak terpisahkan. Loro-loro ning atunggal.Maka itu, keraton Wisnu dan Aji Saka itu di Medang Kamulan, yang maksudnya dimula-mula kehidupan. Kalau dicermati, intinya adalah kawruh ngelmu sejati tentang kehidupan manusia di dunia, sejak masih gaib hingga terlahir di dunia, supaya hidup baik, sehingga kembalinya nanti menjadi gaib lagi, perjalanannya sempurna.

    Singkat cerita, perjalanan ke tanah Jawa dipimpin oleh Aji Saka dengan jumlah warga yang lebih besar, 80 ribu atau 8 laksa, disebar di berbagai pelosok pulau. Sejak itulah, kehidupan di tanah Jawa Dwipa yang disebut masyarakat Kabuyutan telah ada sejak SM, tetapi mulai agak ramai sejak 3.000 SM...Setelah menjadi raja di kerajaan Medang Kamulan Prabu Aji Saka senang berkelana ke plosok penjuru negeri untuk melihat keadaan rakyatnya.Seiring berjalanya waktu,maka tersebutlah sebuah kisah ke gagahan satria bernama Aji Saka, memiliki dua utusan yang sangat setia. Dia lah penakluk Prabu Dewata Cengkar, raja raksasa yang paling kejam. Suatu ketika, Aji Saka harus melakukan perjalanan jauh.

    Namun sebelum mengembara dia titipkan pusakanya kepada salah satu abdinya yang setia. Aji Saka berpesan, agar pusaka itu dijaga baik-baik dan tidak boleh diserahkan kepada siapa saja, kecuali setelah dia  pulang. Setelah berpesan, Aji Saka pun pergi melakukan perjalanan didampingi oleh abdi yang satunya. Karena sangat setia, kedua abdi itu mengikuti perintah dengan keteguhan hati. Di tengah perjalanan jauh tersebut, Aji Saka berjumpa dengan musuhnya yang sangat kuat. Segala upaya dan daya dia kerahkan untuk mengalahkan sang musuh. Musuh itu terlalu kuat. Satu-satunya cara untuk mengalahkannya, hanya dengan pusaka yang dia miliki. Maka, diutuslah sang abdi untuk mengambil pusaka. Sang abdi, mematuhi perintah dan segera pulang untuk mengambil pusaka Aji Saka. Sesampai di kediaman Aji Saka, terjadilah perdebatan yang sangat rumit antara abdi yang menunggu pusaka dengan abdi yang diamanati menjaganya. Yang satu, tidak bersedia menyerahkannya, karena menaati perintah Aji Saka. Sedangkan yang diutus untuk  mengambil, memaksa karena Aji Saka dalam keadaan bahaya. Perdebatan itu berujung pada pertempuran kedua abdi, yang sama-sama ingin memenuhi amanah. Akhirnya kedua abdi itu sama-sama wafat.

    Begitulah kisah mengenai munculnya penggunaan huruf Jawa yang berjumlah 20 buah itu. Cerita legendaris yang kaya dengan nilai filosofis dan pelajaran berharga.
    Kisah itu menyusun rangkaian huruf Jawa yang kita kenal sampai saat ini. ha na ca ra ka (Lima huruf pertama bermakna ada utusan, caraka adalah duta atau utusan) da ta sa wa la  (Lima huruf kedua bermakna saling berselisih, mempertahankan keyakinan) pa dha ja ya nya (Lima huruf ketiga bermakna, sama kuatnya) ma ga ba tha nga (Lima huruf keempat bermakna, sama-sama mati menjadi bangkai).Masih banyak kisah-kisah perjalanan hidup Prabu Aji Saka yang diceritakan dari mulut ke mulut menjadi legenda yang mewarnai kasanah cerita babat tanah jawa. To be continue.

    Rabu, 02 Februari 2011

    Biografi Jalaludin Rumi

    Bismillah
    Mawlana Jalaludin Rumi
     
    Mawlana Jalaludin Rumi
    Oleh Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani
    ( Grandson of Mawlana Rumi )
    “Dia adalah, orang yang tidak mempunyai ketiadaan,
    Saya mencintainya dan Saya mengaguminya, Saya memilih
    jalannya dan Saya memalingkan muka ke jalannya. Setiap
    orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih
    yang abadi. Dia adalah orang yang Saya cintai, dia
    begitu indah, oh dia adalah yang paling sempurna.
    Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta yang
    tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan dia dan
    mereka adalah dia. Ini adalah sebuah rahasia, jika
    kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya.
    ( Sulthanul Awliya Mawlana Syaikh Nazhim Adil
    al-Haqqani – Cucu dari Mawlana Rumi, Lefke, Cyprus
    Turki, September 1998)
    ————————————–
    Kearifan Cinta
    CINTA yang dibangkitkan
    oleh khayalan yang salah
    dan tidak pada tempatnya
    bisa saja menghantarkannya
    pada keadaan ekstasi.
    Namun kenikmatan itu,
    jelas tidak seperti bercinta dengan kekasih sebenarnya
    kekasih yang sedar akan hadirnya seseorang

    Rumi memang bukan sekadar penyair, tetapi juga seorangtokoh sufi yang berpengaruh di zamannya. Rumi adalah
    guru nomor satu Thariqat Maulawiah, sebuah thariqat
    yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah
    sekitarnya. Thariqat Maulawiah pernah berpengaruh
    besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan
    kalangan seniman sekitar tahun l648.

    Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan
    akal dan indera dalam menentukan kebenaran. Di
    zamannya, ummat Islam memang sedang dilanda penyakit
    itu. Bagi mereka kebenaran baru dianggap benar bila
    mampu digapai oleh indera dan akal. Segala sesuatu
    yang tidak dapat diraba oleh indera dan akal, dengan
    cepat mereka ingkari dan tidak diakui.
    Padahal menurut Rumi, justru pemikiran semacam itulah
    yang dapat melemahkan Iman kepada sesuatu yang ghaib.
    Dan karena pengaruh pemikiran seperti itu pula,
    kepercayaan kepada segala hakekat yang tidak kasat
    mata, yang diajarkan berbagai syariat dan beragam
    agama samawi, bisa menjadi goyah.
    Rumi mengatakan, “Orientasi kepada indera dalam
    menetapkan segala hakekat keagamaan adalah gagasan
    yang dipelopori kelompok Mu’tazilah. Mereka merupakan
    para budak yang tunduk patuh kepada panca indera.
    Mereka menyangka dirinya termasuk Ahlussunnah.
    Padahal, sesungguhnya Ahlussunnah sama sekali tidak
    terikat kepada indera-indera, dan tidak mau pula
    memanjakannya.”
    Bagi Rumi, tidak layak meniadakan sesuatu hanya karena
    tidak pernah melihatnya dengan mata kepala atau belum
    pernah meraba dengan indera. Sesungguhnya, batin akan
    selalu tersembunyi di balik yang lahir, seperti faedah
    penyembuhan yang terkandung dalam obat. “Padahal, yang
    lahir itu senantiasa menunjukkan adanya sesuatu yang
    tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya. Bukankah
    Anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah
    kegunaannya tersembunyi di dalamnya?” tegas Rumi.
    PENGARUH TABRIZ
    Fariduddin Attar, salah seorang ulama dan tokoh sufi,
    ketika berjumpa dengan Rumi yang baru berusia 5 tahun
    pernah meramalkan bahwa si kecil itu kelak akan
    menjadi tokoh spiritual besar. Sejarah kemudian
    mencatat, ramalan Fariduddin Attar itu tidak meleset.
    Rumi, Lahir di Balkh, Afghanistan pada 604 H atau 30
    September 1207. Mawlana Rumi menyandang nama lengkap
    Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi.
    Adapun panggilan Rumi karena sebagian besar hidupnya
    dihabiskan di Konya (kini Turki), yang dahulu dikenal
    sebagai daerah Rum (Roma).
    Ayahnya, Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, adalah
    seorang ulama besar bermadzhab Hanafi. Dan karena
    kharisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya, ia
    digelari Sulthanul Ulama. Namun rupanya gelar itu
    menimbulkan rasa iri pada sebagian ulama lain. Dan
    mereka pun melancarkan fitnah dan mengadukan Bahauddin
    ke penguasa. Celakanya sang penguasa terpengaruh
    hingga Bahauddin harus meninggalkan Balkh, termasuk
    keluarganya. Ketika itu Rumi baru berusia lima
    tahun. Sejak itu Bahauddin bersama keluarganya hidup
    berpindah- pindah dari suatu negara ke negara lain.
    Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut).
    Dari Sinabur pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya
    (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap
    di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad,
    mengangkat ayah Rumi sebagai penasihatnya, dan juga
    mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah perguruan agama
    yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula
    ayah Rumi wafat ketika Rumi berusia 24 tahun.
    Di samping kepada ayahnya, Rumi juga berguru kepada
    Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmudzi, sahabat dan
    pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga
    menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran gurunya itu.
    Beliau baru kembali ke Konya pada 634 H, dan ikut
    mengajar di perguruan tersebut.
    Setelah Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya
    sebagai guru di Konya. Dengan pengetahuan agamanya
    yang luas, di samping sebagai guru, beliau juga
    menjadi da’i dan ahli hukum Islam. Ketika itu banyak
    tokoh ulama yang berkumpul di Konya. Tak heran jika
    Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat berkumpul
    para ulama dari berbagai penjuru dunia.
    Kesufian dan kepenyairan Rumi dimulai ketika beliau
    sudah berumur cukup tua, 48 tahun. Sebelumnya, Rumi
    adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah
    yang punya murid banyak, 4.000 orang. Sebagaimana
    seorang ulama, beliau juga memberi fatwa dan tumpuan
    ummatnya untuk bertanya dan mengadu. Kehidupannya itu
    berubah seratus delapan puluh derajat ketika beliau
    berjumpa dengan seorang sufi pengelana, Syamsuddin
    alias Syamsi dari kota Tabriz.
    Suatu saat, seperti biasanya Rumi mengajar di hadapan
    khalayak dan banyak yang menanyakan sesuatu kepadanya.
    Tiba-tiba seorang lelaki asing–yakni Syamsi
    Tabriz–ikut bertanya, “Apa yang dimaksud dengan
    riyadhah dan ilmu?” Mendengar pertanyaan seperti itu
    Rumi terkesima. Kiranya pertanyaan itu jitu dan tepat
    pada sasarannya. Beliau tidak mampu menjawab.
    Akhirnya Rumi berkenalan dengan Tabriz. Setelah
    bergaul beberapa saat, beliau mulai kagum kepada
    Tabriz yang ternyata seorang sufi.
    Sultan Salad, putera Rumi, mengomentari perilaku
    ayahnya itu, “Sesungguhnya, seorang guru besar
    tiba-tiba menjadi seorang murid kecil. Setiap hari
    sang guru besar harus menimba ilmu darinya, meski
    sebenarnya beliau cukup alim dan zuhud. Tetapi itulah
    kenyataannya. Dalam diri Tabriz, guru besar itu
    melihat kandungan ilmu yang tiada taranya.”
    Rumi telah menjadi sufi, berkat pergaulannya dengan
    Tabriz. Kesedihannya berpisah dan kerinduannya untuk
    berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan
    mengembangkan emosinya, sehingga beliau menjadi
    penyair yang sulit ditandingi. Guna mengenang dan
    menyanjung gurunya itu, beliau tulis syair-syair, yang
    himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan Syams
    Tabriz. Beliau bukukan pula wejangan-wejangan gurunya,
    dan buku itu dikenal dengan nama Maqalat Syams Tabriz.
    Rumi kemudian mendapat sahabat dan sumber inspirasi
    baru, Syaikh Hisamuddin Hasan bin Muhammad. Atas
    dorongan sahabatnya itu, selama 15 tahun terakhir masa
    hidupnya beliau berhasil menghasilkan himpunan syair
    yang besar dan mengagumkan yang diberi nama Masnavi.
    Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700
    bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran
    tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk
    apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain.
    Bahkan Masnavi sering disebut Qur’an Persia. Karya
    tulisnya yang lain adalah Ruba’iyyat (sajak empat
    baris dengan jumlah 1600 bait), Fiihi Maa fiihi (dalam
    bentuk prosa; merupakan himpunan ceramahnya tentang
    metafisika), dan Maktubat (himpunan surat-suratnya
    kepada sahabat atau pengikutnya).
    Bersama Syaikh Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan
    Thariqat Maulawiyah atau Jalaliyah. Thariqat ini di
    Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (para
    Darwisy yang berputar-putar). Nama itu muncul karena
    para penganut thariqat ini melakukan tarian
    berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan suling,
    dalam dzikir mereka untuk mencapai ekstase.
    WAFATNYA MAWLANA RUMI
    Semua manusia tentu akan kembali kepada-Nya.
    Demikianlah yang terjadi pada Rumi. Penduduk Konya
    tiba-tiba dilanda kecemasan, karena mendengar kabar
    bahwa tokoh panutan mereka, Rumi, tengah menderita
    sakit keras. Meskipun demikian, pikiran Rumi masih
    menampakkan kejernihannya.
    Seorang sahabatnya datang menjenguk dan mendo’akan,
    “Semoga Allah berkenan memberi ketenangan kepadamu
    dengan kesembuhan.” Rumi sempat menyahut, “Jika
    engkau beriman dan bersikap manis, kematian itu akan
    bermakna baik. Tapi kematian ada juga yang kafir dan
    pahit.”
    Pada tanggal 5 Jumadil Akhir 672 H atau 17 Desember
    1273 dalam usia 68 tahun Rumi dipanggil ke
    Rahmatullah. Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan,
    penduduk setempat berdesak-desakan ingin mengantarkan
    kepulangannya. Malam wafatnya beliau dikenal sebagai
    Sebul Arus (Malam Penyatuan). Sampai sekarang para
    pengikut Thariqat Maulawiyah masih memperingati
    tanggal itu sebagai hari wafatnya beliau.
    “SAMA”, Tarian Darwis yang Berputar
    Suatu saat Rumi tengah tenggelam dalam kemabukannya
    dalam tarian “Sama” ketika itu seorang sahabatnya
    memainkan biola dan ney (seruling), beliau mengatakan,
    “Seperti juga ketika salat kita berbicara dengan
    Tuhan, maka dalam keadaan extase para darwis juga
    berdialog dengan Tuhannya melalui cinta. Musik Sama
    yang merupakan bagian salawat atas baginda Nabi
    Sallallahu alaihi wasalam adalah merupakan wujud musik
    cinta demi cinta Nabi saw dan pengetahuanNya.
    Rumi mengatakan bahwa ada sebuah rahasia tersembunyi
    dalam Musik dan Sama, dimana musik merupakan gerbang
    menuju keabadian dan Sama adalah seperti electron yang
    mengelilingi intinya bertawaf menuju sang Maha
    Pencipta. Semasa Rumi hidup tarian “Sama” sering
    dilakukan secara spontan disertai jamuan makanan dan
    minuman. Rumi bersama teman darwisnya selepas solat
    Isa sering melakukan tarian sama dijalan-jalan kota
    Konya.
    Terdapat beberapa puisi dalam Matsnawi yang memuji
    Sama dan perasaan harmonis alami yang muncul dari
    tarian suci ini. Dalam bab ketiga Matsnawi, Rumi
    menuliskan puisi tentang kefanaan dalam Sama, “ketika
    gendang ditabuh seketika itu perasaan extase merasuk
    bagai buih-buih yang meleleh dari debur ombak laut”.
    Tarian Sakral Sama dari tariqah Mevlevi Haqqani atau
    Tariqah Mawlawiyah ini masih dilakukan saat ini di
    Lefke, Cyprus Turki dibawah bimbingan Mawlana Syaikh
    Nazim Adil al-Haqqani. Ajaran Sufi Mawlana Syaikh
    Nazim dan mawlana Syaikh Hisyam juga merambah
    keberbagai kota di Amerika maupun Eropa, sehingga
    tarian Whirling Dervishes ini juga dilakukan di banyak
    kota-kota di Amerika, Eropa dan Asia di bawah
    bimbingan Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani.
    Tarian Sama ini sebagai tiruan dari keteraturan alam
    raya yang diungkap melalui perputaran planet-planet.
    Perayaan Sama dari tariqah Mevlevi dilakukan dalam
    situasi yang sangat sakral dan ditata dalam penataan
    khusus pada abad ke tujuh belas. Perayaan ini untuk
    menghormati wafatnya Rumi, suatu peristiwa yang Rumi
    dambakan dan ia lukisakna dalam istilah-istilah yang
    menyenangkan.
    Para Anggota Tariqah Mevlevi sekarang belajar
    menarikan tarian ini dengan bimbingan Mursyidnya.
    Tarian ini dalam bentuknya sekarang dimulai dengan
    seorang peniup suling yang memainkan Ney, seruling
    kayu. Para penari masuk mengenakan pakaian putih yang
    sebagai simbol kain kafan, dan jubah hitam besar
    sebagai symbol alam kubur dan topi panjang merah atau
    abu-abu yang menandakan batu nisan.
    Akhirnya seorang Syaikh masuk paling akhir dan
    menghormat para Darwish lainnya. Mereka kemudian balas
    menghormati. Ketika Syaikh duduk dialas karpet merah
    menyala yang menyimbolkan matahari senja merah tua
    yang mengacu pada keindahan langit senja sewaktu Rumi
    wafat. Syaikh mulai bersalawat untuk Rasulullah saw
    yang ditulis oleh Rumi disertai iringan musik,
    gendang, marawis dan seruling ney.
    Peniup seruling dan penabuh gendang memulai musiknya
    maka para darwis memulai dengan tiga putaran secara
    perlahan yang merupakaan simbolisasi bagi tiga tahapan
    yang membawa manusia menemui Tuhannya. Pada puatran
    ketiga Syaikh kembali duduk dan para penari melepas
    jubah hitamnya dengan gerakan yang menyimbulkan
    kuburan untuk mengalami ‘ mati sebelum mati”,
    kelahiran kedua.
    Ketika Syaikh mengijinkan para penari menari, mereka
    mulai dengan gerakan perlahan memutar seperti putaran
    tawaf dan putaran planet-planet mengelilingi matahari.
    Ketika tarian hamper usai maka syaikh berdiri dan
    alunan musik dipercepat. Proses ini diakhiri dengan
    musik penutup danpembacaan ayat suci Al-Quran.
    Rombongan Penari Darwis, secara teratur menampilkan
    Sama di auditorium umum di Eropa dan Amerika Serikat.
    Sekalipun beberapa gerakan tarian ini pelan dan terasa
    lambat tetapi para pemirsa mengatakan penampilan ini
    sangat magis dan menawan. Kedalaman konsentrasi, atau
    perasaan dzawq dan ketulusan para darwis menjadikan
    gerakan mereka begitu menghipnotis. Pada akhir
    penampilan para hadirin diminta untuk tidak bertepuk
    tangan karena “Sama” adalah sebuah ritual spiritual
    bukan sebuah pertunjukan seni.
    Pada abad ke 17, Tariqah Mevlevi atau Mawlawiyah
    dikendalikan oleh kerajaan Utsmaniyah. Meskipun
    Tariqah Mawlawiyah kehilangan sebagian besar
    kebebasannya ketika berada dibawah dominasi
    Ustmaniyah, tetapi perlindungan Sang Raja menungkinkan
    Tariqah Mawlawi menyebar luas keberbagai daerah dan
    memperkenalkan kepada banyak orang tentang tatanan
    musik dan tradisi puisi yang unik dan indah. Pada Abad
    ke 18, Salim III seorang Sultan Utsmaniyah menjadi
    anggota Tariqah Mawlawiyah dan kemudian dia
    menciptakan musik untuk upacara-upacara Mawlawi.
    Selama abad ke 19 , Mawlawiyah merupakan salah satu
    dari sekitar Sembilan belas aliran sufi di Turtki dan
    sekitar tigapuluh lima kelompok semacam itu dikerajaan
    Utsmaniyah. Karena perlindungan dari raja mereka,
    Mawlawi menjadi kelompok yang paling berpengarh
    diseluruh kerajaan dan prestasi cultural mereka
    dianggap sangat murni. Kelompok itu menjadi terkenal
    di barat., Di Eropa dan Amerika pertunjukkan keliling
    mereka menyita perhatian public. Selama abad 19,
    sebuah panggung pertunjukkan yang didirikan di Turki
    menarik perhatian banyak kelompok wisatawan Eropa yang
    dating ke Turki.
    Pada tahun 1925, Tariqah Mawlawi dipaksa membubarkan
    diri ditanah kelahiran mereka Turki, setelah Kemal
    Ataturk pendiri modernisasi Turki melarang semua
    kelompok darwis lengkap dengan upacara serta
    pertunjukkan mereka. Pada saat itu makam Rumi di Konya
    diambil alih pemerintah dan diubah menjadi museum
    Negara.
    Motivasi utama Atatutrk adalah memutuskan hubungan
    Turki dengan masa pertengahan guna mengintegrasikan
    Turki dengan dunia modern seperti demokrasi ala barat.
    Bagi Ataturk tariqah sufi menjadi ancaman bagi
    modernisasi Turki. Pada saat itulah Syaikh Nazim
    Ů‚ mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan
    mengajar agama Islam di Siprus, Turki.
    Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani
    Banyak murid yang mendatangi Mawlana Syaikh Nazim dan
    menerima Thariqat Naqsybandi Haqqani. Selain itu
    beliau adalah pemegang otoritas Mursyid tujuh Tariqah
    Sufi besar lainnya, termasuk Mevlevi Haqqani atau
    Mawlawiyah, Qodiriah, Syadziliyah, Chisty. Namun
    sayang, waktu itu semua agama dilarang di Turki dan
    karena beliau berada di dalam komunitas orang-orang
    Turki di Siprus, agama pun dilarang di sana. Bahkan
    mengumandangkan azan pun tak diperbolehkan.
    Langkah Syaikh Nazim yang pertama ketika itu adalah
    menuju masjid di tempat kelahirannya dan
    mengumandangkan azan di sana, segera beliau dimasukkan
    penjara selama seminggu. Begitu dibebaskan, Syaikh
    Nazim Ů‚ pergi menuju masjid besar di Nikosia dan
    melakukan azan di menaranya. Hal itu membuat para
    pejabat marah dan beliau dituntut atas pelanggaran
    hukum.
    Sambil menunggu sidang, Syaikh Nazim Ů‚ terus
    mengumandangkan azan di menara-menara masjid di
    seluruh Nikosia. Sehingga tuntutannya pun terus
    bertambah, ada 114 kasus yang menunggu beliau.
    Pengacara menasihati beliau agar berhenti melakukan
    azan, namun Syaikh Nazim Ů‚ mengatakan, “ Tidak,
    aku tidak bisa mengehntikannya. Orang-orang harus
    mendengar panggilan azan untuk shalat.”
    Ketika hari persidangan tiba, Mawlana Syaikh Nazim
    didakwa atas 114 kasus mngumandangkan azan diseluruh
    Cyprus. Jika tuntutan 114 kasus itu terbukti, maka
    beliau bisa dihukum 100 tahun penjara. Tetapi pada
    hari yang sama hasil pemilu diumumkan di Turki.
    Seorang laki-laki bernama Adnan Menderes dicalonkan
    untuk berkuasa. Langkah pertamanya ketika terpilih
    menjadi Presiden adalah membuka seluruh masjid-masjid
    dan mengizinkan azan dikumandangkan dalam bahasa Arab.
    Inilah keajaiban yang diberikan Allah swt kepada
    Mawlana Syaikh Nazim.
    Hingga saat ini makam Rumi di Konya tetap terpelihara
    dan dikelola oleh pemerintah Turki sebagai tempat
    wisata. Meskipun demikian pengunjung yang datang
    kesana yang terbanyak adalah para peziarah dan bukan
    wisatawan. Melalui sebuah kesepakatan pemerintah
    Turki, pada tahun 1953 akhirnya menyetujui tarian
    “Sama” Tariqah Mawlawi dipeertontonkan lagi di Konya
    dengan syarat pertunjukan tersebut bersifat cultural
    untuk para wisatawan.
    Rombongan Darwis juga diijinkan untuk berkelana secara
    Internasional. Meskipun demikian secara keseluruhan
    berbagai aspek sufisme tetap menjadi praktek yang
    illegal di Turki dan para sufi banyak diburu sejak
    Ataturk melarang agama mereka.
    Wa min Allah at Tawfiq 
    ————————————-
    Maulana Jalaluddin Rumi, Menari di Depan Tuhan
    “AKAN tiba saatnya, ketika Konya menjadi semarak, dan
    makam kita tegak di jantung kota. Gelombang demi
    gelombang khalayak menjenguk mousoleum kita,
    menggemakan ucapan-ucapan kita.”
    Itulah ucapan Jalaluddin Rumi pada putranya, Sultan
    Walad, di suatu pagi. Dan waktu kemudian berlayar,
    melintasi tahun dan abad. Konya seakan terlelap dalam
    debu sejarah. “Tetapi, kota Anatolia Tengah ini tetap
    berdiri sebagai saksi kebenaran ucapan Rumi,” tulis
    Talat Said Halman, peneliti karya-karya mistik Rumi.
    Kenyataannya memang demikian. Lebih dari 7 abad, Rumi
    bak bayangan yang abadi mengawal Konya, terutama untuk
    pada pengikutnya, the whirling dervishes, para darwis
    yang menari. Setiap tahun, dari tanggal 2-17 Desember,
    jutaan peziarah menyemut menuju Konya. Dari delapan
    penjuru angin mereka berarak untuk memperingati
    kematian Rumi, 727 tahun silam.
    Siapakah sesungguhnya makhluk ini, yang telah
    menegakkan sebuah pilar di tengah khazanah keagamaan
    Islam dan silang sengketa paham? “Dialah penyair
    mistik terbesar sepanjang zaman,” kata orientalis
    Inggris Reynold A Nicholson. “Ia bukan nabi, tetapi ia
    mampu menulis kitab suci,” seru Jami, penyair Persia
    Klasik, tentang karya Rumi,Matsnawi.
    Gandhi pernah mengutip kata-katanya. Rembrandt
    mengabadikannya dikanvas, Muhammad Iqbal, filsuf dan
    penyair Pakistan, sekali waktu pernah berdendang,
    “Maulana mengubah tanah menjadi madu…. Aku mabuk
    oleh anggurnya; aku hidup dari napasnya.” Bahkan, Paus
    Yohanes XXIII, pada 1958 menuliskan pesan khusus:
    “Atas nama dunia Katolik, saya menundukkan kepala
    penuh hormat mengenang Rumi.”
    Besar dalam kembara
    Jalaluddin dilahirkan 30 September 1207 di Balkh, kini
    wilayah Afganistan. Ia Putra Bahauddin Walad, ulama
    dan mistikus termasyhur, yang diusir dari kota Balkh
    tatkala ia berumur 12 tahun. Pengusiran itu buntut
    perbedaan pendapat antara Sultan dan Walad.
    Keluarga ini kemudian tinggal di Aleppo (Damaskus),
    dan di situ kebeliaan Jalaluddin diisi oleh guru-guru
    bahasa Arab yang tersohor. Tak lama di Damakus,
    keluarga ini pindah ke Laranda, kota di Anatolia
    Tengah, atas permintaan Sultan Seljuk Alauddin
    Kaykobad.
    Konon, Kaykobad membujuk dalam sebuah surat kepada
    Walad, “Kendati saya tak pernah menundukkan kepala
    kepada seorang pun, saya siap menjadi pelayan dan
    pengikut setia Anda.” Di kota ini ibu Jalaluddin,
    Mu’min Khatum, meninggal dunia. Tak lama kemudian,
    dalam usia 18 tahun, Jalaluddin menikah. 1226, putra
    pertama Jalaluddin, Sultan Walad, lahir. Setahun
    kemudian, keluarga ini pindah ke Konya, 100 Km dari
    Laranda. Di sini, Bahauddin Walad mengajar di
    madrasah. 1229, anak kedua Jalaluddin, Alauddin,
    lahir. Dua tahun kemudian, dalam usia 82 tahun,
    Bahaudin Walad meninggal dunia.
    Era baru pun dialami Jalaluddin. Dia menggantikan
    Walad, dan mengajarkan ilmu-ilmu ketuhanan
    tradisional, tanpa menyentuh mistik. Setahun setelah
    kematian ayahnya, suatu pagi, madrasahnya kedatangan
    tamu, Burhannuddin Muhaqiq, yang ternyata murid
    terkasih Walad. Dan ketika menyadari sang guru telah
    tiada, Muhaqiq mewariskan ilmunya pada Jalaluddin.
    Burhanuddin pun menggembleng muridnya dengan
    latihan tasawuf yang telah dimatangkan selama 4 abad
    terakhir oleh para sufi, dan beberapa kali meminta dia
    ke Damakus untuk menambah lmu. 8 tahun menggembleng,
    1240, Burhanuddin kembali ke Kayseri. Jalaluddin Rumi
    pun menggembleng diri sendiri.
    Cinta adalah menari
    Tahun 1244, saat berusia 37 tahun, Jalaluddin sudah
    berada di atas semua ulama di Konya. Ilmu yang dia
    timba dari kitab-kitab Persia, Arab, Turki, Yunani dan
    Ibrani, membuat dia nyaris ensiklopedis. Gelar Maulana
    Rumi (Guru bangsa Rum) pun dia raih. Tapi, di sebuah
    senja Oktober, sehabis pulang dari madrasah,
    seseorang yang tak dia kenal, menjegat langkahnya, dan
    menanyakan satu hal. Mendengar pertanyaan itu, Rumi
    langsung pingsan!
    Sebuah riwayat mengatakan, orang tak dikenal itu
    bertanya, “Siapa yang lebih agung, Muhammad Rasulullah
    yang berdoa, ‘Kami tak mengenal-Mu seperti seharusnya’
    atau seorang sufi Persia, Bayazid Bisthami yang
    berkata, ‘Subhani, mahasuci diriku, betapa agungnya
    kekuasaanku’. Pertanyaan mistikus Syamsuddin Tabriz
    itu mengubah hidup Rumi. Dia kemudian tak lagi
    terpisahkan dari Syams. Dan di bawah pengaruh Syams,
    ia menjalani periode mistik yang nyala, penuh gairah,
    tanpa batas, dan kini, mulai menyukai musik. Mereka
    menghabiskan hari bersama-sama, dan menurut riwayat,
    selama berbulan-bulan mereka dapat bertahan hidup
    tanpa kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, khusuk
    menuju Cinta Ilahiah.
    Tapi hal ini tak lama. Kecemburuan warga Konya,
    membuat Syams pergi. Dan saat Syams kembali, warga
    membunuhnya. Rumi kehilangan, kehilangan terbesar yang
    dia gambarkan seperti kehidupan kehilangan mentari.
    Tapi, suatu pagi, seorang pandai besi membuat
    Jalaluddin menari. Pukulan penempa besi itu,
    Shalahuddin, membuat dia ekstase, dan tanpa sadar
    mengucapkan puisi-puisi mistis, yang berisi ketakjuban pada pengalaman syatahat. Rumi pun kemudian bersabahat
    dengan Shalahuddin, yang kemudian menggantikan posisi
    Syams. Dan era menari pun dimulai Rumi, menari sambil
    memadahkan syair-syair cinta Ilahi. “Tarian para
    darwis itulah yang kemudian menjadi semacam bentuk
    ratapan Rumi atas kehilangan Syams,” jelas Talat.
    Sampai meninggalnya, 17 Desember 1273, Rumi tak pernah
    berhenti menari, kerana dia tak pernah berhenti
    mencintai Allah. Tarian itu juga yang membuat
    peringkatnya dalam inisiasi sufi berubah dari yang
    mencintai jadi yang dicintai. (Aulia A Muhammad)
    ~  SUARA MERDEKA

    Maulana Jalaluddin Rumi, Menari di Depan Tuhan

    “AKAN tiba saatnya, ketika Konya menjadi semarak, dan
    makam kita tegak di jantung kota. Gelombang demi
    gelombang khalayak menjenguk mousoleum kita,
    menggemakan ucapan-ucapan kita.”

    Itulah ucapan Jalaluddin Rumi pada putranya, Sultan
    Walad, di suatu pagi. Dan waktu kemudian berlayar,
    melintasi tahun dan abad. Konya seakan terlelap dalam
    debu sejarah. “Tetapi, kota Anatolia Tengah ini tetap
    berdiri sebagai saksi kebenaran ucapan Rumi,” tulis
    Talat Said Halman, peneliti karya-karya mistik Rumi.
    Kearifan Cinta
    CINTA yang dibangkitkan
    oleh khayalan yang salah
    dan tidak pada tempatnya
    bisa saja menghantarkannya
    pada keadaan ekstasi.
    Namun kenikmatan itu,
    jelas tidak seperti bercinta dengan kekasih sebenarnya
    kekasih yang sedar akan hadirnya seseorang
    Nafsu
    Nafsumu itu ibu segala berhala
    Berhala kebedaan ular sawa
    Berhala keruhanian naga
    Itu ibarat perumpamaannya
    Mudah sekali memecah berhala
    Kalau diketuk hancurlah ia
    Walau batu walaupun bata
    Walau ular walaupun naga
    Tapi bukan mudah mengalahkan nafsu
    Jika hendak tahu bentuk nafsu
    Bacalah neraka dengan tujuh pintu
    Dari nafsu keluar ma’siat setiap waktu.
    mencintainya ini
    sebagaimana kenikmatan lelaki
    yang memeluk tugu batu
    di dalam kegelapan sambil menangis dan meratap.
    Meskipun dia merasa nikmat
    kerana berfikir bahawa yang dipeluk adalah kekasihnya, tapi
    jelas tidak senikmat
    orang yang memeluk kekasih sebenarnya
    kekasih yang hidup dan sedar.
    Cinta
    “Dia adalah, orang yang tidak mempunyai ketiadaan,
    Saya mencintainya dan Saya mengaguminya, Saya memilih
    jalannya dan Saya memalingkan muka ke jalannya. Setiap
    orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih
    yang abadi. Dia adalah orang yang Saya cintai, dia
    begitu indah, oh dia adalah yang paling sempurna.
    Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta yang
    tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan dia dan
    mereka adalah dia. Ini adalah sebuah rahasia, jika
    kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya.
    Kekasih
    Tentang seseorang di pintu Sang Kekasih
    dan mengetuk. Ada suara bertanya, “Siapa di sana?”
    Dia menjawab, “Ini Aku.”
    Sang suara berkata, “Tak ada ruang untuk Aku dan Kamu.”
    Pintu tetap tertutup
    Setelah setahun kesunyian dan kehilangan, dia kembali
    dan mengetuk lagi. Suara dari dalam bertanya, “Siapa di sana?”
    Dia berkata, “Inilah Engkau.”
    Maka, sang pintu pun terbuka untuknya.
    Mujahadah dan Makrifat
    Makrifat itu pengenalan jiwa
    Mengenal jiwa dan mengenal Tuhannya
    Mengenal dengan sejelas jelasnya
    Tidak kabur tapi jelas nyata
    Mujahadah itu perjuangan dan usaha
    Makrifat itu menuai hasilnya
    Mujahadah itu dalam perjalanan
    Makrifat itu matlamat tujuan
    Makrifat itu pembuka rahsia
    Makrifat itu sendiri rasa
    Makrifat itu sagunya
    Mujahadah itu memecah ruyungnya.

    tvOne WebNews - RSS Feed

    Video